Untuk sahabat yang melupakanku..
Sahabat, ingatkah kau ketika di hari
bahagiamu aku hadir ditengah suasana asing yang baru kukenal? Dan apakah kau
tahu yang sungguhnya kurasakan?
Hatiku bergejolak. Kau tahu kenapa? Karena
aku merasa sangat tidak nyaman berada pada lingkaran samar berwarna abu-abu
yang menamakan dirinya sebagai ‘sahabat’. Ya.. ‘sahabat’ barumu, bukan
sahabatku. Bahkan, bukan pula teman yang mengenalku. Mereka hanya sekedar ‘tahu’
aku.
Awalnya, nurani ini ingin menolak
ajakan mereka. Namun, tak sanggup lidahku berkata ‘tidak’. Karena kau
sahabatku. Seorang yang sebagian hatinya telah disisipkan namaku. Meskipun hanya
sebagai sebatas tempat sampah ketika duka mendera. Tapi senyummu telah tergores
indah dalam memoriku selama dua tahun kebersamaan raga kita. Tidak mudah
untukku menghapusnya begitu saja, sebab yang telah tergores akan selamanya
membekas. Itulah yang kuharapkan dari kebersamaan kita dahulu, meskipun telah
tiga tahun raga kita tak lagi selalu berdampingan. Tapi aku selalu merasakan
hadirmu dalam jiwa ini. Entahlah dengan dirimu…
Sahabat,
Sekalipun raga dan batinku hadir
memeluk hari bahagiamu, agaknya jiwamu tak merengkuhnya. Tanpa kau sadari, kau
sudah mengecewakanku dengan sikap acuhmu yang kau balut dengan sutera. Tapi perlu
kau tahu, seindah dan selembut apapun kau berusaha menutupinya, pikiranku
selalu mampu menembus dan membaca yang tak tersurat.
Hari itu kau begitu asik dengan ‘sahabat-sahabatmu’.
Hingga tak ada kisah baru yang biasa kau tumpahkan setiap hadirku singgah. Bahkan,
obrolan tak penting pun tak juga menghampiriku dari bibirmu yang mungil itu.
Sungguh hatiku sepi. Padahal itu
hari bahagiamu.
Harusnya kau ingat; siapa yang hadir
waktu kau kabari kau sedang sedih? Siapa yang dengar ceritamu ketika ‘sahabat’
barumu menusuk dari belakang? Siapa yang berikan semangat ketika pacar yang
sekaligus sahabatmu itu mendua? Siapa yang relakan bahunya tuk jadi sandaran
ketika kau menangis? Siapa yang selalu tahu keadaanmu sekalipun tak sedang
bersama? Siapa yang selalu rela mengorbankan waktunya hanya untuk mendengar
lukamu? Dan... siapa yang selalu mengingatmu?
Itu aku!
Bahkan, ketika kau selalu lupa kapan
aku ulang tahun, aku selalu ingat dan memberimu hadiah terindah buatanku
sendiri.
Sadarkah kau betapa pilunya aku
mengingat semua kenangan manis kita disaat kau tak pernah menyadarinya?!
Mungkin, sekarang raga kita tak
pernah lagi bersama. Hanya sesekali saja. Dan kaupun telah menemukan banyak
sahabatmu yang baru. Akupun tak berhak egois mengharap kau selalu menumpahkan
kisahmu padaku. Tapi aku selalu bahagia saat kau bersedia membagi kisahmu
dengan dunia barumu padaku. Hatiku terbuka lebar menerima tumpah ruah gejolak
suka-dukamu.
Aku berharap, meski kau tak pernah
lagi memintaku tiba-tiba datang kerumahmu hanya untuk mendengar tangismu,
jiwamu masih mengingatku. Menempatkannya pada posisi yang sama ketika kita
masih bersama. Sebab senyummu masih tergores indah dalam relung iniJ
#Langit-langit bagi hamparan angin#