...aku menari bersama senja diiringi nyanyian hujan yang membekukan... ..

☂☂☂

Oktober 13, 2012

Aku Telah Tiba di Persimpangan



Aku menapaki hidupku perlahan-lahan. Merasakan getar kehangatannya yang kian merasuk dalam kalbu. Mencecap manisnya kelembutan yang disuguhkan. Hembusan angin mengalun dihadapanku. Menyentuh jemariku yang terpaku pada sebuah besi penyangga di lantai dua gedung A yang menghadap langsung ke arah kolam makara. Aku telah berdiri disana sejak beberapa menit lalu. Berdampingan dengan seseorang yang telah kukenal baik.
“Aku begitu ingin mampu merengkuh hidupku sendiri. Ingin mampu memaknai arti hidup yang sebenarnya.” Ucapku tiba-tiba.
“Ada apa dengan hidupmu?” tanyanya lembut.
“Hidupku begitu datar. Flat!” jawabku
Kedua bola matanya masih menerawang memandangi langit malam yang penuh dengan kilauan bintang ketika menanggapi kalimatku, “terkadang kita memang harus memberikan sedikit warna dalam hidup. Meskipun sebenarnya, takkan pernah ada hidup yang sempurna.”
 “Setiap hari, bahkan setiap detik, aku melewati hidupku dengan berlari dan terus berlari. Hanya mengikuti alur yang telah ada. Sedikitpun tak pernah aku merasa lelah ataupun berusaha berontak.”
“Itulah hidup. Hidup ada untuk dijalani.”
Aku terdiam.
“Coba kau lihat bulan diantara pijaran bintang diatas sana,” telunjuknya mengarahkan mataku pada apa yang ia ucapkan, “ia begitu indah. Ia selalu tulus muncul dikala malam.”
“Tapi hidupku berbeda dengan bulan. Ia selalu memiliki cara untuk memastikan ketulusannya tetap terpancar. Namun tidak dengan hidupku. Hidupku penuh dengan kepalsuan. Semua hanya sebagai formalitas. Tak sedikitpun ketulusan dapat tersirat darinya.”
“Kau salah, ketulusan itu akan selalu ada dalam kehidupan, meskipun keberadaannya hanya setetes sekalipun.” Ia menarik napas dalam-dalam.
“Darimana kau tahu itu? Kau bahkan pernah bertanya padaku apa itu hidup.”
“Dari jutaan pijaran bintang diatas sana. Barusan mereka meniupkan sesuatu kedalam diriku.” Seketika itu ia tersenyum tipis, sangat tipis hingga tak dapat terjangkau oleh orang-orang disekeliling selain aku. Hanya aku.
Tanpa kusadari, senyumku juga mengembang menyaksikan taburan bintang yang menyapaku dibalik langit yang semakin gelap.
“Kau mau kuantar pulang sekarang? Sebelum langit malam semakin muak memandangi kita berdua disini.” Ujarnya berusaha mencairkan suasana dari perbincangan ‘berat’ tadi.
Aku hanya mengangguk dan berusaha menampilkan senyum tipis.
“Istirahat yang cukup ya. Jangan pernah menganggap hidupmu datar lagi. Aku percaya bahwa ketulusan sebentar lagi akan menampakkan wujudnya dihadapanmu.”
“Kau yakin?”
“Ya... tentu saja. Aku selalu yakin dengan apa yang aku ucapkan.”
“Okay. I still be waiting for it. Thanks for today.”
Tubuhnya berbalik dan berjalan menjauh. Lama kelamaan menghilang tertutupi gelapnya malam. Aku selalu takjub ketika kalimat bijaknya muncul. Ah...

Kamis, 18 Agustus 2011 (15:45 WIB)
Sabtu, 13 Oktober 2012 (20:20 WIB)
&langit-langit bagi hamparan angin&

Snowballove. You..


Terlahir ditengah kesempurnaan raga dan keterbatasan penghidupan, tak pelak membuatnya berprinsip seperti air yang pasrah saja terbawa kesana kemari sealur oleh derasnya arus. Ia, seorang ayah yang hampir memasuki usia setengah abad, yang begitu luar biasa. Ya, memang.. setiap ayah di dunia ini pasti luar biasa, dan mereka memiliki ke-luarbiasa-annya masing-masing. Namun, satu yang membedakannya dari ayah-ayah lain yang pernah ada di dunia ini, yaitu ketulusan.

Aku ingat.. dahulu, di hari ketika aku baru saja genap berusia enam tahun dan merengek minta dibelikan sepeda, aku kehilangan mereka sepanjang hari. Tidak kurasakan sedetikpun kehangatan ditemani mereka sepenjang hari bahagia itu. Aku kesepian, tapi tak terlalu terasa, sebab aku masih kecil. Namun, ketika senja menjelang dan yang menemaniku hari itu beranjak pulang, aku menemukan siluet sosok gagah dan wanita dewasa berdampingan berjalan mengarah padaku dengan menuntun sebuah benda kecil ditengah mereka, sepeda. Mereka ayah dan ibuku. Dalam sadar aku kemudian berlari, memeluk mereka. Ternyata ini yang mereka persembahkan. Aku memeluknya erat, ayahku. Aku melihat matanya berbinar, seakan ada suatu hal yang tersiratkan. Entah mengapa aku bisa begitu dalam merasakannya, padahal saat itu aku masih belum mengerti kehidupan, dan masih sangat jelas terekam hingga saat ini. Mungkin bila aku yang sekarang yang menatap mata itu, pasti aku mengerti apa yang sebenarnya tak tersampaikan. Sayangnya, bukan...

Dari balik kubikel berwarna abu-abu ruang laboratorium bahasa Gedung Sumitro Djojohadikusumo, aku merasakan getaran hangat pada kedua pelupuk amata. Bulir air hangat ini seakan mendesak keluar sesaat ketika tuannya menangkap sinyal paling buruk sepanjang perjalanan cita-cita.

Otak reptil ini tiba-tiba membeku. Limbic system mengaktifkan kinerja hippocampus. Dan seketika itu pula terbayang sosoknya, panutan sepanjang masa yang mengajariku menitikkan air mata. Mengajariku memaknai pedih dan kerasnya hidup ini.

Aku merasa telah begitu bersalah. Setelah banyak pengorbanan dan air mata yang ia tahan, masih saja aku tega mengecewakannya. Sungguh, tak pernah berniat sedikitpun aku menorehkan kecewa dalam hatinya. Hanya saja aku sedang terjerembab dalam kelemahanku sendiri. Namun, aku tak akan membiarkan kelemahan ini tumbuh dan berkembang semaunya. Aku masih memiliki kuasa atas hidup dan penghidupanku.

Maka,...
Dua lembar saksi bisu ini akan kupastikan tetap membisu dan sekaligus menjadi saksi keberhasilanku bangkit kelak.

Demi dia.


Sabtu, 13 Oktober 2012
19.55 WIB
&langit-langit bagi hamparan angin&


Sebab kerinduanku..


Saat kegagalan menghampiri kita berdua; kau ada untukku. Aku ada untukmu.
Kegagalan bukan berarti keterpurukan, tidak pula pertanda pengkhianatan, atau bahkan kehilangan. Terbukti.. justru saat kegagalan-lah Tuhan menghadirkanmu, dan menuntunku.
Aku hanya ingat bahwa kala itu aku mengirimkanmu kabar perihal perjuanganku yang diperpanjang. Dan kau, seakan turut merasakan. Bagai tersambar petir aku dikagetkan dering panggilanmu. Di seberang sana, suaramu yang khas membahana, memecah fokusku dari rangkaian-rangkaian logaritma, baris dan deret. Arus deras; suaramu tak putus-putus. Teruuus saja berbicara memotivasi. Ah, aku tak se-rapuh yang kau kira. Buktinya, aku tak terjerembab dalam liang kegagalan. Aku hanya merindukanmu, merindu ucapmu yang sok bijak itu-padahal kau sendiri pun sangat perlu di motivasi- merindu lirikan maut yang mampu membuatku salah tingkah setengah mati. Hhh~ tak mampu lagi aku berucap. Leleh sudah oleh manismu. Kau selalu bisa mengembalikan semangat juangku:”
Katamu, “semakin banyak gagal, justru kesuksesan yang didapat akan terasa lebih manis.” Ah! Kalimatmu menyejukkan resah ini. “Mundur satu langkah untuk maju lima langkah itu lebih baik. Artinya, kita sudah empat langkah lebih awal dari yang lain”, tambahmu. Ah kamu...
Aku bermimpi, suatu hari nanti tetap kita akan dipertautkan kembali. Merajut kisah satu tahun lalu dan menjadikannya indah. Seindah kita, rival! Ya... selamanya kita menjadi rival, bukan?
Pagi ini kau muncul secara tiba-tiba dalam kotak pesanku. Baiklah, aku kira bukan sebuah ketidaksengajaan. Bisa jadi kau begitu rindunya bertemu dan bercanda denganku. Bagiku tak masalah, toh aku juga sama sepertimu.
Selasar gedung Nathael Iskandar atau yang kerap disapa gedung A ini menjadi kawan kegamanganku pada pagi hening tanggal 11. Pesanmu yang tak sesingkat biasanya membuat keraguanku tumbuh liar begitu saja. Kuakui, kata-katamu ada benarnya. Posisi tempat duduk paling depan bisa saja aku raih pada hari-hari lain. Namun, hadir dalam kuliah umum dengan pembicara luar biasa belum tentu kutemui lagi lain kesempatan. Ah! Kau selalu bisa meracuniku dengan  acara-acara bermanfaat seperti itu. Dan, kau belum lupa dengan kegemaranku mencari kegiatan yang serupa dengan isi pesanmu.
Keraguanku mencapa klimaks. Langkah ini bergerak menuju halte bikun dan memutuskan menuruti ajakanmu, sebab kerinduanku.

Persembahan untuk seorang rival,
dan

Minggu, 22 Juli 2012 (23:32 WIB)
Sabtu, 13 Oktober 2012 (19:27 WIB)
&langit-langit bagi hamparan angin&

Oktober 07, 2012

sastra akuntansi

Ketika deretan angka dan laporan keuangan tidak membatasi penciptaan aksara, disitulah aku berdiri. Diantara bayang-bayang status 'mahasiswi akuntansi' dan jembatan rangkaian kegemaran akan aksara. 

Aku masih sanggup tegak. Menyeimbangkan keduanya, 
juga aku-kamu-kita; SBT 25

Keping Rasa yang Pertama


Kicauan burung pagi ini rupanya telah menggambarkan keindahan sepanjang hari padatku di kampus perjuangan ini. Betapa tidak? Sekalipun selasa merupakan hari yang paling aku benci sejak tiba pada masa perkuliahan, nyatanya tidak lagi sejak detik ini. Detik-detik ketika aku lebih mampu leluasa mendapatkan warna. Detik dimana aku bisa menghabiskan sepanjang mata kuliah dengan perasaan yang mendamaikan. Ini kagumku yang pertama. Kagumku pada sosok sederhana dibalik jabatan ‘ketua’ yang disandangnya.
Penampilannya biasa saja, bahkan bisa dibilang sangat jauh dari karakteristik-karakteristik makhluk yang paling sering dikagumi. Tidak ada  kulit putih dengan perawakan tinggi yang memesona. Tidak pula dengan sejuta prestasi akademis dan materi yang melimpah ruah. Semuanya biasa saja. Namun, kagumku ini sungguh luar biasa.
Entah muncul dari mana keping rasa yang pertama ini. Namun, yang jelas dan selalu kuingat, sikap santun dan ramah yang ia pancarkan telah mematut kagumku yang pertama.
Aku baru saja selesai menikmati senyum manisnya yang terkembang sepanjang perjalanan menuju ruang BPM. Memang, bukan senyum yang ditujukan khusus untukku, tapi aku yang ketika itu hendak menuju kolam makara tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
Seketika aku teringat saat-saat melelahkan di Desa Cijulang. Lagi-lagi sosoknya memberikan kesejukan ditengah kerindangan. Jaketnya berwarna abu-abu, seperti warna makara kebanggan fakultas kami, dengan garis berwarna agak muda yang menghubungkan kedua sisi dada bidangnya. Sekilas ia tampak gagah. Pembawaannya rapi dan perlahan. Pasti ia pandai dan aktif, aku berasumsi.
Dua langkah maju tangannya menggapai mic. Kata demi kata, frasa dan kalimat, terangkai.. terucap.. kagumku dimulai disini.
Memang benar, dia adalah wahyu terindah yang mengawali masa abu-abuku..








persembahan spesial untuk project #UIMenulis

&langit-langit bagi hamparan angin&
Minggu, 07 Oktober 2012
19.32 WIB

wajib ditonton!!!