...aku menari bersama senja diiringi nyanyian hujan yang membekukan... ..

☂☂☂

Desember 31, 2012

Malam, Jakarta!



Aku mengamati langitmu yang masih gelap
Peri-perimu tak kunjung menampakkan cahayanya
Kemanakah gerangan?

Apakah gundah sedang menjadi temanmu?
Ah! Rasanya tidak mungkin bila kau berteman dengannya
Gelisah hanya nagian kecil yang selalu dapat kau sirnakan
Lantas, kemanakah cahaya terangmu malam ini?

Tidak tahukah engkau, aku merindukan saat-saat seperti ini
Saat dimana aku mampu merengkuh luas auramu
Merasakan ketentramannya merasuk perlahan melalui celah sanubari
Aku merindukan malam Jakartaku.

Jum’at, 28 Desember 2012
22:27 WIB


Desember 28, 2012

Aku Membaca Keangkuhan dari Tulisanmu



Kamu tidak menggoreskan kritikan atau hujatan
Tapi aku membacanya
Dari aroma kalimat yang kamu sampaikan
Aku memahaminya

Desember 25, 2012

Buat aku tersenyum – SO7


Datanglah sayang, dan biarkan ku berbaring
Di pelukanmu walaupun tuk sejenak
Usaplah dahiku dan kan kukatakan semua
Bila ku lelah tetaplah disini jangan tinggalkan aku sendiri
Bila ku marah biarkanku bersandar
Jangan kau pergi untuk menghindar

Rasakan resahku dan buat aku tersenyum
Dengan canda tawamu
Walaupun tuk sekejap
Karena hanya engkaulah yang sanggup redakan aku
Karena engkaulah satu-satunya untukku dan pastikan kita slalu bersama
Karena dirimulah yang sanggup mengerti aku dalam susah ataupun senang

Dapatkah engkau slalu menjagaku..

Dan mampukah engkau mempertahankanku

Bila ku lelah tetaplah disini jangan tinggalkan aku sendiri
Bila ku marah biarkanku bersandar
Jangan kau pergi untuk menghindar

Desember 24, 2012

Syukur Pagi Hari


Saat ku merapal tiap-tiap nama indah-Mu dalam doa, hati ini berdesir. Seolah telah masukgetaran hebat dalam sudut qalbu. Ketenangan dan keikhlasan bergantian penghampiri. Terima kasih.

Terima kasih atas segala nikmat yang Kau titipkan padaku, seorang hamba yang mencari nyawa.

Desember 19, 2012

Saat kopi pagiku tumpah begitu saja.


Pelangiku kelabu. Bulir-bulir air hangat ini tumpah ruah. Meluruhkan mejikuhibiniu keanggunannya. Ia meninggal.

Meninggal.

Ya. ia sudah tiada. Kenangannya telah terkubur bersama raganya. Raga yang selalu membelai gundahku. Raga yang menjadi sandaran rapuhku. Raga yang menyatukan serpihan-serpihan kisah tak bernyawa. Namun, kini dihancurkannya lagi. Hanya gelap yang menyiksaku.



 Ini #katahatiku pagi ini. Mana #katahati-mu?

Kunjungi pula:
        - Website Bukune (http://www.bukune.com/)
        - Fan page Facebook Bukune (http://www.facebook.com/bukunepenerbit)
        - Tumblr Bukune (http://bukune.tumblr.com/)

Morning, world..
Let's smile and hope that everything gonna be alright.

Desember 18, 2012

Secondhand Serenade - Stranger


Turn Around
Turn Arround and fix your eye in my direction
So there is a connection

I can't speak
I can't make a sound to somehow capture your attention
I'm staring at perfection

Take a look at me so you can see
How beautifull you are...

You call me a stranger
You say I'm a danger
But all these thoughts are leaving you tonight
I'm broke and abandoned
You are an angel
Making all my dreams come true tonight

I'm confident
But I can't pretend I wasn't terrified to meet you
I knew you could see right through me
I saw my life flash right before my very eyes
And I knew just what we'd turn into
I was hopeing that you could see
Take a look at me so you can see...

You call me a stranger
You say I'm a danger
But all these thoughts are leaving you tonight
I'm broke and abandoned
You are an angel
Making all my dreams come true tonight

You are an angel
Making all my dreams come true tonight

Take a look at me so you can see
How beautifull you are...

Take a look at me so you can see
How beautifull you are...

Take a look at me so you can see
How beautifull you are...

Take a look at me so you can see
How beautifull you are...

You're beauty seems so far away
I'd have to write a thousand songs to make you comprehend how beautiful you are

I know that I can't make you stay
But I would give my final breathe to make you understand how beautiful you are
Understand how beautiful you are

You call me a stranger
You say I'm a danger
But all these thoughts are leaving you tonight
I'm broke and abandoned
You are an angel
Making all my dreams come true tonight

You call me a stranger
You say I'm a danger
You call me a stranger


Lihat Dirimu.. Bangsamu..


Bukan mencaci, bukan memaki. Kami hanya masih memahami. Bukankah kalian yang berkata "komentar saja tiada guna." Kemudian tidakkah kalian berkaca apa yang sedari tadi kalian suguhkan? Bukankah itu juga bentuk komentar terhadap bangsa ini yang kalian kemas secara halus? Lalu, hal apa yang kalian lakukan dibalik itu?

Cukup!
Kali, generasi yang masih terduduk di kursi ruangan luar biasa ini masih memahami. Menelaah apa yang terjadi. Pikiran kami sudah muak dituntut untuk melakukan pembangunan negeri. Kalian seakan menyalahkan perkembangan. Kalian menyuguhkan itu semua pada dua sisi yang begitu kontras. Kalian menyudutkan yang satu dan membanggakan yang lain. Sebenarnya salah. Tidak harus seperti itu!
Kalian boleh saja menerima semuanya. boleh! itu hak kalian.

Kemudian, apa pernah sekali saja berpikir apa yang hendak kalian lakukan? Oke, mungkin cukup rumit. Yang simple saja, apa pernah kalian berpikir untuk apa kalian ada disini? Di universitas ternama negeri ini. Tujuan akhir kalian pasti sebagian besar tidak bersinggungan dengan apa yang kita permasalahkan saat ini. Kelak pasti ada pemikiran untuk mengacuhkannya.

Lalu, apa guna saat ini? Padahal itu kalian. Kalian!!

-n’s-

13:15 WIB
Selasa, 18 Desember 2012

Desember 17, 2012

shbt(?)


Sahabat.
Apa definisi sahabat menurutmu?
Mereka yang ada disaat kau butuh sandaran-kah?
Mereka yang memahami setiap keluh kesahmu-kah?
Ataukah mereka yang menyelipkan namamu di setiap do’anya?

Yang mana?

Beri aku satu alasan mengapa ia patut kusandangkan kata ‘sahabat’!!

selamat ulang tahun :)


Tujuh belas desember.
Selamat ulang tahun, kamu.
Kamu yang mungkin tidak membaca pesanku tepat pada pergantian hari tadi.
Kamu yang berada di kota lain saat ini, meski sesekali kita bisa menyempatkan main bersama.
Kamu yang dua tahun terakhir ini kembali kutemukan.
Kamu yang kisahnya selalu mengharukan, membuatku iri.

Mungkin kamu tahu.
Dan kamu pasti tahu.
Aku pernah berkata tentang sebuah kejujuran. Perihal kamu dan kisahmu. Juga aku dan apa yang kurasa.

Oh, ya. bukan saatnya aku membahas hal ini. Perasaan ini. Harusnya aku mengelukan barisan do’a untuk usiamu. Tetapi, sepertinya tak banyak kosa kata yang mampu kurangkai sebagai do’a untukmu. Aku hanya berharap keberkahan atas setiap langkahmu.

Semoga di suatu saat ketika perpisahan sudah selesai menghampiri kita, dirimu masih menyimpan namaku dalam ruang kecil di hatimu. Begitupun aku.

Sekali lagi, selamat...
Selamat atas kebersamaan yang pernah kau berikan.


≈  untuk,  Dania Clarisa  

dua tiga - empat puluh


5cm.
Seperti itulah kedekatan kita saat ini. Kebersamaan yang baru berumur empat bulan. Namun, telah mampu melukiskan banyak hal. Tangis, tawa, gundah, gelisah, bahagia. Luruh sudah semua angan yang semu ketika bersama kalian.
Aku beruntung tumbuh di sudut bumi ini, dan bertemu kalian. Sosok malaikat pembawa ‘kegilaan’ dalam hidupku.
Ah! Aku tak perlu berlebihan. Aku takut nantinya akan dikecewakan. Tetapi kurasa kalian pantas mendapatkannya......ruangan terindah dalam keping hati ini.


Teruntuk sahabat-sahabatku. SBT©
Kamis, 13 Desember 2012
23:40 WIB

aku pernah terluka


Aku pernah terluka, oleh kamu yang kuanggap saudara.
Kamu yang kuanggap sahabat.
Sahabat? Oh! Apakah ini yang namanya sahabat?
Entahlah..
Entah sudah berapa lama aku membiarkan hati ini menganggapmu sahabat, dan entah berapa sering hati ini dikecewakan pula.
Padahal, dirimu dan hatimu disana. Belum tentu menganggapku sahabatmu. Bahkan, belum tentu pula kau mengingatku, ya?
Terkadang logika bisa mati karena hati.
Hati yang (mungkin) telah salah menganggapmu sahabat.
Tapi, sejujurnya, aku masih ingin menganggapmu sahabat.
Sahabat yang meluangkan waktunya untuk mendengar gundah dan bahagiaku.
Bukan sahabat yang maunya hanya didengarkan saja...
Aku lelah.
Aku sudah lelah terus menerus iri padamu.
Sebab kau dan cerita-cerita romantismu.
Tidak pernahkah kau memahami sedikit perih hatiku ini??
Bukan karena romantisme-mu itu. Melainkan sikapmu menempatkanku.
Apa aku (masih) sahabatmu?
Sepertinya bukan.
Bukan.
Mungkin.

09:15 WIB
Kamis, 13 Desember 2012

katanya...sahabat?


Ternyata benar...
Tak sepenuhnya kita selalu sependapat, aku akui.
Tak selamanya kita selalu bersama, aku sadari.
Kadangkala aku harus berjalan menyusuri medanku sendiri
Bertanggung jawab terhadap rambu-rambu yang kupilih sendiri.
Kalian pula begitu, kelak.
Tapi tidakkah kalian sadari saat ini kita masih ‘bersama’.
Raga kita masih dipersatukan. Namun dimana hati kalian?
Bisa-bisanya kalian mengabaikanku. Mungkin sejenak sengaja mengabaikanku.
Membiarkan aku terkurung dalam ketidaktahuan ini...
Aku kecewa, aku sedih, aku tersakiti.
Namun entah aku kecewa terhadap siapa, sedih karena apa, tersakiti oleh siapa. Entah...
Padahal kita katanya.................’sahabat’

Dari sebuah raga kekecewaan.
Minggu, 14 Oktober 2012   
 12:51 WIB

Kemudian Januari..


Desember.. kemudian Januari.
Ada apa?
Oh, tidak. Hanya saja aku ingin langsung menyeberang pada selanjutnya, Februari.
Loh, mengapa? Bukankah banyak hal yang dapat kau lakukan padanya? Berlibur.. bercanda.. bermain.. tertawa.. dan, kau juga bisa menikmati pertambahan usiamu di bulan itu.
Ya, benar. Tetapi aku tak pernah menantikannya. Ditunggu ataupun tidak, ia akan tetap datang. Sayangnya, aku tak pernah berniat merasakan. Bahkan kalau bisa, aku ingin loncat saja dari hari ini. Menghapus adanya kata ‘libur’, dan ‘tahun baru’, juga ‘ulang tahun’. Aku sudah mati rasa.
Mati rasa?
Ya.
Aneh.
Mati rasa padanya, hari ke duapuluh sekian itu.

dia yang lain


Satu tahun lalu. Saat aku masih perih memendam seluruh rasa ini. Saat sayap-sayapku terpaksa diisolasi. Saat semua bintang terpaksa kubenci. Hatiku milikmu, Fab.

Sekarang? Lelahku memuncak. Entah apa sebabnya. Raga dan batinku mulai berontak. Mereka tak sanggup lagi seperti ini. Mungkin sebaiknya aku yang pergi. Mencari tambatan yang lain. Objek yang pantas kukagumi.

-Diva-

1:31


Satu tiga satu.
Ternyata aku masih sendiri.
Satu per satu dari mereka menumbangkan diri,
Mungkin menjauh.

Oktober 13, 2012

Aku Telah Tiba di Persimpangan



Aku menapaki hidupku perlahan-lahan. Merasakan getar kehangatannya yang kian merasuk dalam kalbu. Mencecap manisnya kelembutan yang disuguhkan. Hembusan angin mengalun dihadapanku. Menyentuh jemariku yang terpaku pada sebuah besi penyangga di lantai dua gedung A yang menghadap langsung ke arah kolam makara. Aku telah berdiri disana sejak beberapa menit lalu. Berdampingan dengan seseorang yang telah kukenal baik.
“Aku begitu ingin mampu merengkuh hidupku sendiri. Ingin mampu memaknai arti hidup yang sebenarnya.” Ucapku tiba-tiba.
“Ada apa dengan hidupmu?” tanyanya lembut.
“Hidupku begitu datar. Flat!” jawabku
Kedua bola matanya masih menerawang memandangi langit malam yang penuh dengan kilauan bintang ketika menanggapi kalimatku, “terkadang kita memang harus memberikan sedikit warna dalam hidup. Meskipun sebenarnya, takkan pernah ada hidup yang sempurna.”
 “Setiap hari, bahkan setiap detik, aku melewati hidupku dengan berlari dan terus berlari. Hanya mengikuti alur yang telah ada. Sedikitpun tak pernah aku merasa lelah ataupun berusaha berontak.”
“Itulah hidup. Hidup ada untuk dijalani.”
Aku terdiam.
“Coba kau lihat bulan diantara pijaran bintang diatas sana,” telunjuknya mengarahkan mataku pada apa yang ia ucapkan, “ia begitu indah. Ia selalu tulus muncul dikala malam.”
“Tapi hidupku berbeda dengan bulan. Ia selalu memiliki cara untuk memastikan ketulusannya tetap terpancar. Namun tidak dengan hidupku. Hidupku penuh dengan kepalsuan. Semua hanya sebagai formalitas. Tak sedikitpun ketulusan dapat tersirat darinya.”
“Kau salah, ketulusan itu akan selalu ada dalam kehidupan, meskipun keberadaannya hanya setetes sekalipun.” Ia menarik napas dalam-dalam.
“Darimana kau tahu itu? Kau bahkan pernah bertanya padaku apa itu hidup.”
“Dari jutaan pijaran bintang diatas sana. Barusan mereka meniupkan sesuatu kedalam diriku.” Seketika itu ia tersenyum tipis, sangat tipis hingga tak dapat terjangkau oleh orang-orang disekeliling selain aku. Hanya aku.
Tanpa kusadari, senyumku juga mengembang menyaksikan taburan bintang yang menyapaku dibalik langit yang semakin gelap.
“Kau mau kuantar pulang sekarang? Sebelum langit malam semakin muak memandangi kita berdua disini.” Ujarnya berusaha mencairkan suasana dari perbincangan ‘berat’ tadi.
Aku hanya mengangguk dan berusaha menampilkan senyum tipis.
“Istirahat yang cukup ya. Jangan pernah menganggap hidupmu datar lagi. Aku percaya bahwa ketulusan sebentar lagi akan menampakkan wujudnya dihadapanmu.”
“Kau yakin?”
“Ya... tentu saja. Aku selalu yakin dengan apa yang aku ucapkan.”
“Okay. I still be waiting for it. Thanks for today.”
Tubuhnya berbalik dan berjalan menjauh. Lama kelamaan menghilang tertutupi gelapnya malam. Aku selalu takjub ketika kalimat bijaknya muncul. Ah...

Kamis, 18 Agustus 2011 (15:45 WIB)
Sabtu, 13 Oktober 2012 (20:20 WIB)
&langit-langit bagi hamparan angin&

Snowballove. You..


Terlahir ditengah kesempurnaan raga dan keterbatasan penghidupan, tak pelak membuatnya berprinsip seperti air yang pasrah saja terbawa kesana kemari sealur oleh derasnya arus. Ia, seorang ayah yang hampir memasuki usia setengah abad, yang begitu luar biasa. Ya, memang.. setiap ayah di dunia ini pasti luar biasa, dan mereka memiliki ke-luarbiasa-annya masing-masing. Namun, satu yang membedakannya dari ayah-ayah lain yang pernah ada di dunia ini, yaitu ketulusan.

Aku ingat.. dahulu, di hari ketika aku baru saja genap berusia enam tahun dan merengek minta dibelikan sepeda, aku kehilangan mereka sepanjang hari. Tidak kurasakan sedetikpun kehangatan ditemani mereka sepenjang hari bahagia itu. Aku kesepian, tapi tak terlalu terasa, sebab aku masih kecil. Namun, ketika senja menjelang dan yang menemaniku hari itu beranjak pulang, aku menemukan siluet sosok gagah dan wanita dewasa berdampingan berjalan mengarah padaku dengan menuntun sebuah benda kecil ditengah mereka, sepeda. Mereka ayah dan ibuku. Dalam sadar aku kemudian berlari, memeluk mereka. Ternyata ini yang mereka persembahkan. Aku memeluknya erat, ayahku. Aku melihat matanya berbinar, seakan ada suatu hal yang tersiratkan. Entah mengapa aku bisa begitu dalam merasakannya, padahal saat itu aku masih belum mengerti kehidupan, dan masih sangat jelas terekam hingga saat ini. Mungkin bila aku yang sekarang yang menatap mata itu, pasti aku mengerti apa yang sebenarnya tak tersampaikan. Sayangnya, bukan...

Dari balik kubikel berwarna abu-abu ruang laboratorium bahasa Gedung Sumitro Djojohadikusumo, aku merasakan getaran hangat pada kedua pelupuk amata. Bulir air hangat ini seakan mendesak keluar sesaat ketika tuannya menangkap sinyal paling buruk sepanjang perjalanan cita-cita.

Otak reptil ini tiba-tiba membeku. Limbic system mengaktifkan kinerja hippocampus. Dan seketika itu pula terbayang sosoknya, panutan sepanjang masa yang mengajariku menitikkan air mata. Mengajariku memaknai pedih dan kerasnya hidup ini.

Aku merasa telah begitu bersalah. Setelah banyak pengorbanan dan air mata yang ia tahan, masih saja aku tega mengecewakannya. Sungguh, tak pernah berniat sedikitpun aku menorehkan kecewa dalam hatinya. Hanya saja aku sedang terjerembab dalam kelemahanku sendiri. Namun, aku tak akan membiarkan kelemahan ini tumbuh dan berkembang semaunya. Aku masih memiliki kuasa atas hidup dan penghidupanku.

Maka,...
Dua lembar saksi bisu ini akan kupastikan tetap membisu dan sekaligus menjadi saksi keberhasilanku bangkit kelak.

Demi dia.


Sabtu, 13 Oktober 2012
19.55 WIB
&langit-langit bagi hamparan angin&


Sebab kerinduanku..


Saat kegagalan menghampiri kita berdua; kau ada untukku. Aku ada untukmu.
Kegagalan bukan berarti keterpurukan, tidak pula pertanda pengkhianatan, atau bahkan kehilangan. Terbukti.. justru saat kegagalan-lah Tuhan menghadirkanmu, dan menuntunku.
Aku hanya ingat bahwa kala itu aku mengirimkanmu kabar perihal perjuanganku yang diperpanjang. Dan kau, seakan turut merasakan. Bagai tersambar petir aku dikagetkan dering panggilanmu. Di seberang sana, suaramu yang khas membahana, memecah fokusku dari rangkaian-rangkaian logaritma, baris dan deret. Arus deras; suaramu tak putus-putus. Teruuus saja berbicara memotivasi. Ah, aku tak se-rapuh yang kau kira. Buktinya, aku tak terjerembab dalam liang kegagalan. Aku hanya merindukanmu, merindu ucapmu yang sok bijak itu-padahal kau sendiri pun sangat perlu di motivasi- merindu lirikan maut yang mampu membuatku salah tingkah setengah mati. Hhh~ tak mampu lagi aku berucap. Leleh sudah oleh manismu. Kau selalu bisa mengembalikan semangat juangku:”
Katamu, “semakin banyak gagal, justru kesuksesan yang didapat akan terasa lebih manis.” Ah! Kalimatmu menyejukkan resah ini. “Mundur satu langkah untuk maju lima langkah itu lebih baik. Artinya, kita sudah empat langkah lebih awal dari yang lain”, tambahmu. Ah kamu...
Aku bermimpi, suatu hari nanti tetap kita akan dipertautkan kembali. Merajut kisah satu tahun lalu dan menjadikannya indah. Seindah kita, rival! Ya... selamanya kita menjadi rival, bukan?
Pagi ini kau muncul secara tiba-tiba dalam kotak pesanku. Baiklah, aku kira bukan sebuah ketidaksengajaan. Bisa jadi kau begitu rindunya bertemu dan bercanda denganku. Bagiku tak masalah, toh aku juga sama sepertimu.
Selasar gedung Nathael Iskandar atau yang kerap disapa gedung A ini menjadi kawan kegamanganku pada pagi hening tanggal 11. Pesanmu yang tak sesingkat biasanya membuat keraguanku tumbuh liar begitu saja. Kuakui, kata-katamu ada benarnya. Posisi tempat duduk paling depan bisa saja aku raih pada hari-hari lain. Namun, hadir dalam kuliah umum dengan pembicara luar biasa belum tentu kutemui lagi lain kesempatan. Ah! Kau selalu bisa meracuniku dengan  acara-acara bermanfaat seperti itu. Dan, kau belum lupa dengan kegemaranku mencari kegiatan yang serupa dengan isi pesanmu.
Keraguanku mencapa klimaks. Langkah ini bergerak menuju halte bikun dan memutuskan menuruti ajakanmu, sebab kerinduanku.

Persembahan untuk seorang rival,
dan

Minggu, 22 Juli 2012 (23:32 WIB)
Sabtu, 13 Oktober 2012 (19:27 WIB)
&langit-langit bagi hamparan angin&

Oktober 07, 2012

sastra akuntansi

Ketika deretan angka dan laporan keuangan tidak membatasi penciptaan aksara, disitulah aku berdiri. Diantara bayang-bayang status 'mahasiswi akuntansi' dan jembatan rangkaian kegemaran akan aksara. 

Aku masih sanggup tegak. Menyeimbangkan keduanya, 
juga aku-kamu-kita; SBT 25

Keping Rasa yang Pertama


Kicauan burung pagi ini rupanya telah menggambarkan keindahan sepanjang hari padatku di kampus perjuangan ini. Betapa tidak? Sekalipun selasa merupakan hari yang paling aku benci sejak tiba pada masa perkuliahan, nyatanya tidak lagi sejak detik ini. Detik-detik ketika aku lebih mampu leluasa mendapatkan warna. Detik dimana aku bisa menghabiskan sepanjang mata kuliah dengan perasaan yang mendamaikan. Ini kagumku yang pertama. Kagumku pada sosok sederhana dibalik jabatan ‘ketua’ yang disandangnya.
Penampilannya biasa saja, bahkan bisa dibilang sangat jauh dari karakteristik-karakteristik makhluk yang paling sering dikagumi. Tidak ada  kulit putih dengan perawakan tinggi yang memesona. Tidak pula dengan sejuta prestasi akademis dan materi yang melimpah ruah. Semuanya biasa saja. Namun, kagumku ini sungguh luar biasa.
Entah muncul dari mana keping rasa yang pertama ini. Namun, yang jelas dan selalu kuingat, sikap santun dan ramah yang ia pancarkan telah mematut kagumku yang pertama.
Aku baru saja selesai menikmati senyum manisnya yang terkembang sepanjang perjalanan menuju ruang BPM. Memang, bukan senyum yang ditujukan khusus untukku, tapi aku yang ketika itu hendak menuju kolam makara tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
Seketika aku teringat saat-saat melelahkan di Desa Cijulang. Lagi-lagi sosoknya memberikan kesejukan ditengah kerindangan. Jaketnya berwarna abu-abu, seperti warna makara kebanggan fakultas kami, dengan garis berwarna agak muda yang menghubungkan kedua sisi dada bidangnya. Sekilas ia tampak gagah. Pembawaannya rapi dan perlahan. Pasti ia pandai dan aktif, aku berasumsi.
Dua langkah maju tangannya menggapai mic. Kata demi kata, frasa dan kalimat, terangkai.. terucap.. kagumku dimulai disini.
Memang benar, dia adalah wahyu terindah yang mengawali masa abu-abuku..








persembahan spesial untuk project #UIMenulis

&langit-langit bagi hamparan angin&
Minggu, 07 Oktober 2012
19.32 WIB