Percakapan singkat (1)
Setelah
berakhirnya jam pelajaran, Rasti beranjak menuju ruang Audio Visual menemui
guru barunya itu. Rasti menyapu pandangannya ke seluruh sudut ruangan. Ternyata
guru yang dicari berada di deretan meja paling depan disamping guru-guru PPL
lainnya. Rasti masuk.
“Assalamu’alaikum.” Ucapnya
dengan nada suara yang sengaja direndahkan. Alasannya sederhana, supaya hanya
guru yang ditujunya saja yang mendengar. Ah, Rasti!
“Wa’alaikumsalam.
Kamu Rasti yang tadi argumen di IPS 3 ya?”
Senangnya hati Rasti
dihafal oleh seorang guru yang baru mengajar dikelasnya satu pertemuan. “Iya
pak.” Rasti memang cenderung aktif di kelas. Apalagi untuk hal-hal yang menarik
minatnya dan baginya perlu untuk diulas secara mendalam. Ditambah lagi, mata pelajaran
yang satu ini disampaikan oleh guru muda dengan bahasa yang lugas. Rasti sangat
suka orang yang baik dalam berbahasa. Mungkin Rasti sekedar kagum berlebihan.
“Argumen kamu
bagus tadi, minat jadi politikus ya? Kamu ada perlu apa?”
“Makasih tapi enggak kok pak. Maaf nih
pak, boleh saya minta soft copy materi Kerajaan Hindu-Buddha yang bapak
jelaskan dikelas tadi?”
“Oh iya tentu saja
boleh.” jawabnya ramah, “Kamu bawa flashdisk?” tanyanya lagi.
“Iya ini pak.”
jawab Rasti sambil menyodorkan flashdisk unik berwarna biru miliknya.
Pak Arya mulai
sibuk memindahkan data-data materi ke flashdisk Rasti. Rasti hanya mampu
terpana melihat gerak-gerik gurunya yang tidak tampan itu. Setiap geraknya
seolah merupakan dideteksi untuk selalu tampak sempurna. Tapi menurut Rasti,
itu natural—tidak dibuat-buat—.
Diantara
keheningan Pak Arya mulai membuka percakapan singkat. “Rasti, kamu calon ketua
OSIS ya?”
Sambil tersenyum
meringis Rasti menjawab, “Hehe iya pak, kok tau?”
“Ya tau lah, coba
kamu liat mading Humas di depan ruang Advis ada apa!”
“Oh iya pak, saya
tau kok.”
“Good luck ya,
semoga jadi pemimpin yang baik. Kapan pemilihan?”
“Makasih pak.
Kira-kira Senin depan deh pak setelah orasi. Minggu ini ada debat kandidat.”
“Debat kandidat?
Oh disini diadain debat kandidat ya? Bagus tuh. Kapan?”
“Setau saya sih
udah tradisi dari zaman dulu. Untuk tahun ini diadain hari Jum’at.”
“Dimana?”
pertanyaan singkat sambil sibuk menatap layar monitornya.
Rasti masih
memerhatikan setiap detail gerak-gerik gurunya. “Di sini pak.”
“Ruang Audio
Visual?” tanyanya balik.
“Iya.”
“Oh iya, di kelas
kamu ada dua kandidat ya? Yang satunya lagi yang mana, kok saya nggak tau ya!”
“Iya ada dua pak,
yang satu lagi emang duduknya agak dibelakang.”
“Oh oke deh. Nih
udah saya copy semua materi hari ini dan besok.” Pak Arya mengembalikan
flashdisk Rasti.
“Makasih ya pak.
Kalo gitu saya permisi dulu. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Rasti berjalan
keluar. Setelah melewati daun pintu,
matanya menangkap sebuah poster berlatar-belakang warna kuning cerah. Berisi
foto, data diri, proker unggulan, dan motto hidup. Itu adalah poster buatannya.
Persyaratan utama untuk menggalang dukungan seantero sekolah agar mengenalnya.
Namun bagi Rasti, poster tersebut tidak terlalu berpengaruh. Toh selama ini dia
memang tidak terlalu dikenal diantara murid-murid 38 lainnya. Rasti hanya
dikenal oleh sebagian guru-guru karena perilakunya yang santun. Juga karena dia
salah satu siswa yang sedang diusahakan agar mendapat beasiswa sebab dia
bukanlah siswa yang berasal dari keluarga berada.
Bagi Rasti,
berapapun suara yang kelak ia dapatkan ketika pemilihan, itu tidak penting. Rasti
sudah sangat yakin bahwa dia hanya akan menjadi Ketua 2 yang urutannya dibawah
Ketua Umum dan Ketua 1. Dua kandidat lainnya bukanlah lawan yang seimbang.
Mereka unggul karena memiliki banyak teman. Sementara Rasti unggul dalam
keadaan sebenarnya. Bahasanya sangat teratur, dia mampu mengendalikan emosinya
khususnya dihadapan khalayak banyak untuk memberikan hasil yang maksimal. Namun
disamping itu, Rasti tidak terlalu banyak memiliki teman, apalagi dari kalangan
kakak kelas.
Dalam hatinya, Rasti
sudah sangat bersyukur bisa terpilih menjadi salah satu kandidat ketua OSIS. Rasti
tidak memikirkan apa jabatannya kelak. Ia hanya akan berusaha untuk mempertanggungjawabkannya.
Setelah
mendapatkan materi dari Pak Arya, Rasti segera berjalan keluar gerbang
sekolahnya. Tugasnya belum selesai sampai disitu, Rasti masih harus mencari
tiga orang tim sukses untuk membantunya dalam debat kandidat empat hari lagi.
Juga memersiapkan diri agar memberikan yang terbaik.
ᾃ
Rasti menghentikan
angkutan umum berwarna hijau, kopaja, kemudian
menaikinya. Hanya itulah angkutan yang membawanya sampai ke rumah hanya dengan mengeluarkan
ongkos seribu rupiah. Kalaupun ia harus menyebrang atau naik angkutan
umum lainnya, itu hanya
membuang-buang waktu karena terlalu jauh memutar. Meskipun sebenarnya, menunggu
kopaja yang ia naiki sekarang adalah sama dengan membuang waktu. Maka dari itu,
Rasti selalu membawa buku untuk dibaca ketika menunggu. Maklum, mungkin jumlah
armada yang dioperasikan jauh dari kata cukup, sehingga penumpangnya harus
rela menunggu hingga berjam-jam. Ditambah lagi kemungkinan mendapatkan kursi
kosong sangatlah jarang, apalagi kalau hari sudah semakin sore.
“Alhamdulillah
dapet kursi kosong.” tukas Rasti pelan sambil memilih kursi kosong di bagian
paling depan.
Tangannya bergerak
kilat mengambil ponsel Nokia 7500Prism biru miliknya. Membuka menu message dan menuliskan
pesan ke banyak.
To : is3 reisa, ia2 yuchan, is3 reyhan
Aslm. Minta tolong jadi tim sukses gue di debat
kandidat hari jum’at sepulang sekolah di r.advis mau ngga?! Bls ya, makasih.
<send>
Rasti menyandarkan
tubuhnya di kursi ‘empuk’ kopaja yang ia
naiki. Membuka tasnya kembali memasukkan ponsel kesayangan yang ia dapatkan
dari tabungannya sendiri dan mengeluarkan buku berjudul “PACARAN, setengah halal setengah haram”. Rasti terbuai dalam bacaannya.
ᾃ
Ponselnya
bergetar. Rasti belum mengubahnya dalam profil lain. Maklum saja, ponselnya
selalu di silent selama berada di sekolah. Tiga buah pesan masuk. Rasti
membacanya satu persatu.
<new message>
From : ia2 yuchan
Received : 15:33:24pm [2.Aug.2010]
Okedeh rival q, walopun udah ngga sekelas tp
ttep gue bantu ko. Tenang aja. Sama siapa aja emang?
Rasti menekan
tombol reply.
To : ia2 yuchan
Thanks ya, sama reisa sos3 temen lo di kir,
sama reyhan anak baru sos3. Jum’at jangan cepet-cepet pulang okeh. Ada konsumsi
gratis kok buat lo.
<send>
Rasti membuka dua
pesan lainnya. Keduanya setuju. Alhamdulillah, batin Rasti. Rasti
membalas keduanya mengucapkan terimakasih. Kini masalah Rasti berkurang satu. Rasti
baru saja hendak merebahkan tubuhnya pada kasur empuk di kamarnya ketika teringat
bahwa ia belum shalat Ashar. Rasti bangun kembali, mengambil air wudhu,
mengenakan mukena berwarna baby blue favoritnya dan larut dalam khusyuknya.
ᾃ TO BE CONTINUED ᾃ